Jumat, 28 September 2012

Keajaiban Dari Lalat



Salah satu Hadits Rasulullah SAW yang memicu kntroversi dan polemik panjang adalah hadits tentang lalat. Bahkan musuh-musuh Islam memanfaatkan polemik seputar hadits ini untuk melemahkan aqidah Islam. Dalam Hadits tersebut beliau mengungkap sebuah fakta, bahwa di dalam salah satu sayap lalat terdapat racun dan di sayap lainnya terdapat penawarnya. Andaikata ada lalat yang jatuh ke dalam gelas minuman, cukup mencelupkan sisi sayap yang belum terendam  air untuk menetralkan racunnya. Setelah lalat itu dibuang, air bisa diminum tanpa menimbulkan efek samping. Dalam Hadits Nabi dikatakan:

إذا وقع الذباب فى شراب أحدكم فليغمسه ثم لينزعه فإن فى إحدى جناحيه داء والأخرى شفاء (رواه البخارى)

Ketika ada seekor lalat jatuh ke dalam minuman salah satu di antara kalian, maka hendaknya ia mencelupkannya, kemudian mengangkatnya. Karena, di dalam salah satu sayap lalat itu, terdapat penyakit dan pada bagian yang lain terdapat penawarnya (H.R Bukhari No 3142)
Pro Kontra Hadits Lalat
Sekilas, fakta yang diungkap hadits di atas sulit dicari basis kerasionalannya. Bagaimana mungkin sepasang sayap kecil mengandung racun dan obat? Dari mana lalat bisa mengetahui kalau dia jatuh ke dalam air mendahulukan terendamnya sayap yang mengandung penyakit dan menyelamatkan sayap yang lain? Minuman yang kemasukan lalat, seharusnya tidak layak untuk dikonsumsi lagi. Di mulut dan kakinya tentu terdapat berbagai macam kotoran dan kuman, melihat kebiasaan hewan tersebut berkerumun dan hinggap di atas sampah dan kotoran. Masih ditambah dengan analisa kedokteran bahwa lalat merupakan serangga pembawa sekaligus penyebar hama penyakit. Di antaranya adalah Basil Kolera, Tifus dan Disentri.
Masalah ini menjadi isu sentral di kalangan umat Islam. Sebagian cendekiawan muslim meragukan kebenaran riwayat hadits tersebut. Yang mengejutkan, tokoh-tokoh Islam yang dikenal dengan kegigihannya membela Islam dari tuduhan orientalis, seperti Syaikh Muhammad al-Ghazali, Mahmud Syaltut, Mustafa al-Maraghi, dan Yusuf Qhardawi termasuk dalam golongan ini. Bahkan, ada cendekiawan muslim yang berani mengkategorikan hadits tentang lalat, meskipun hadits ini diriwayatkan oleh Imam al-Bukhari sebagai hadits Dhaif karena isi matannya bertentangan dengan ilmu pengetahuan. Inilah yang mereka istilahkan dengan kritik matan. Artinya, sebuah hadits meskipun transmisi sanadnya valid, namun matannya bertolak belakang dengan al-Qur’an, logika atau realitas ilmiah, maka hadits tersebut tertolak. Dengan metode ini, hadits-hadits yang sudah berabad-abad dianggap shahih bisa berubah statusnya.
Sebagian lagi menilai kedha’ifan hadits dari kapasitas perawinya. Mereka meragukan kredibilitas Abu Hurairah sebagai seorang perawi hadits. Fakta sejarah menyebutkan bahwa beliau baru masuk Islam di usia 30 tahun. Sebuah usia yang tidak muda lagi, apalagi untuk urusan mengingat. Abu Hurairah juga dicurigai memalsukan hadits-haditsnya. Beliau hanya tiga tahun hidup bersama Rasulullah SAW, tapi mampu meriwayatkan 3000 hadits. Bandingkan dengan Abu Bakar dan Umar yang lebih lama mendampingi Rasul dan hanya meriwayatkan ratusan hadits. Kalangan Syi’ah bahkan menolak semua hadits-hadits yang diriwayatkan oleh Abu Hurairah karena meragukan tingkat akurasinya sebagai perawi yang Dhabit (Kuat).